17 April 2009

Aim High (Cita-Cita Yang Tinggi)

"Bercita-citalah setinggi langit." ~ Pepatah Bijak

Kalimat ini sangat populer di telinga saya sejak masih SD. Dari dulu sebenarnya anak-anak sudah diajarkan secara tidak langsung untuk bermimpi besar, bercita-cita yang tinggi.

Tapi seiring berjalan waktu, dan semakin dewasa seseorang justru yang terjadi malah sebaliknya. Banyak orang justru tidak berani lagi bercita-cita setinggi langit saat ini, apalagi melihat situasi dan kondisi yang ada di lingkungannya, melihat keterbatasan dirinya, dan kekurangan lainnya yang dianggap sudah sangat tidak memungkinkan lagi untuk mempunyai tujuan yang besar.

Mengapa Anda menjadi khawatir menetapkan tujuan yang besar?

Apa yang membuat Anda takut untuk menetapkan target yang tinggi?

Ada yang mengatakan, "Untuk apa punya tujuan besar, nanti kalau tidak tercapai bisa stres. Istilahnya kalau mimpi sampai lantai 10 kalau tidak terjangkau dan jatuh akan sangat sakit sekali."

Dulu saya juga berpikir demikian, tapi kalau tidak pernah punya tujuan besar rasanya lebih menyedihkan karena tidak tahu harus mengejar apa dalam hidup ini.

Pikiran saya kalau tidak bisa sampai lantai 10, dan jatuh setidaknya nanti ada di lantai 9 atau 8. Daripada saya bermimpi di lantai 2 dan jatuh di lantai 1, kenapa tidak sekalian tinggi mimpinya.

Kemudian kembali saya berpikir, mengapa harus membayangkan akan jatuh dulu, mengapa harus membayangkan akan tidak tercapai? Mengapa tidak berpikir, kalau nanti tercapai apa tindakan selanjutnya?

Jadi fokus utama pemikiran kita akan mempengaruhi keputusan kita untuk menentukan tujuan. Jika fokusnya negatif maka kecenderungan tujuannya akan tidak besar, begitu pula sebaliknya jika fokus Anda positif maka tujuan yang akan Anda buat akan lebih tinggi.

Jangan pernah mau membatasi diri Anda oleh siapa pun, dan dalam kondisi apa pun. Buang semua fokus negatif, hambatan yang ada dalam pikiran, karena ini yang akan membuat Anda menghentikan atau mematikan tujuan besar dalam hidup Anda. Lakukan suatu yang luar biasa untuk hidup Anda.

If You Can Aim High, Why You Should Aim Low?

Lanjutannya pasti menarik!

05 April 2009

Bahasa Prokem

Masih ingat dengan bahasa prokem? Bahasa yang pernah populer digunakan dalam pergaulan anak muda Jakarta pada era tahun 80-an hingga awal 90-an. Coba baca dialog berikut ini:

Bedul : “Kenokap lu sendokiran di lokur?”
Jaki : “Lagi nunguin bokin.”
Bedul : “Emang kemoken doi?”
Jaki : “Doi bilang sih jokal-jokal ke snokay sama sedokurnya.”

Bagi pembaca yang lahir tahun 90-an kemungkinan tidak paham dengan dialog diatas, atau justru malah jadi geli membacanya. Tapi ada baiknya kita menelusuri sedikit mengenai bahasa yang kadang disingkat “okem” ini.

Bahasa ini kemungkinan dahulu muncul dari kalangan preman* jalanan yang berusaha agar pembicaraan mereka tidak mudah dimengerti orang lain (lebih-lebih terhadap aparat kepolisian). Dengan cara itu para preman dapat lebih mudah berkomunikasi dengan kelompoknya untuk melakukan setiap kegiatan. Tidak diketahui dari siapa dan dari mana bahasa ini berawal.


Bahasa ini akhirnya berkembang menjadi bahasa yang sering dipergunakan kalangan remaja pada tahun 80-an. Bagi kalangan remaja pada saat itu, bahasa prokem cenderung dipakai untuk menunjukkan ekpresi rasa kebersamaan dan juga untuk menyatakan diri sebagai anggota kelompok masyarakat yang berbeda dari kelompok masyarakat yang lain.

Bahasa prokem sebenarnya bisa disebut juga bahasa OK, karena sesudah huruf awal sebelum huruf vokal selalu disisipkan “ok” dan suku kata atau satu huruf akhir dihilangkan. Misalnya seperti ini:

Prokem (Preman)
Awalannya Pr-, disisipkan -ok-, dilanjutkan -em, -an dihilangkan.

Rokum (Rumah)
Awalannya R-, disisipkan -ok-, dilanjutkan -um, -h dihilangkan.

Doku (Duit)
Awalannya D-, disisipkan -ok-, dilanjutkan -u, -it dihilangkan.

Mokat (Mati)
Awalannya M-, disisipkan -ok-, dilanjutkan -at, -i dihilangkan.

Mokal (Malu)
Awalannya M-, disisipkan -ok-, dilanjutkan -al, -u dihilangkan.

Namun tidak selalu mengikuti aturan seperti contoh di atas, kadang malah menyimpang dari arti yang sebenarnya. Seperti contoh dibawah ini:

Rokar (Rokok)
Awalannya R-, disisipkan -ok-, -okok diganti -ar.

Sedokur (Saudara)
Awalannya Sed[Saud]-, disisipkan -ok-, -ara diganti -ur.

Atau pengembangan dari bahasa lain, seperti:

Bokep (BF=Blue Film atau film porno)
Awalannya B-, disisipkan -ok-, ditambah -ep [dialek dari konsonan "f"]

Ada juga yang malah membingungkan jika diartikan ke Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode OK tadi. Ada kemungkinan kata itu diambil dari bahasa daerah.

Kehadiran bahasa prokem itu dapat dianggap wajar karena sesuai dengan tuntutan perkembangan nurani anak usia remaja. Masa hidupnya terbatas sesuai dengan perkembangan usia remaja. Selain itu, pemakainnya pun terbatas pula di kalangan remaja kelompok usia tertentu dan bersifat tidak resmi. Jika berada di luar lingkungan kelompoknya, bahasa yang digunakannya beralih ke bahasa lain yang berlaku secara umum di lingkungan masyarakat tempat mereka berada. Jadi, kehadirannya di dalam pertumbuhan bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah tidak perlu dirisaukan karena bahasa itu masing-masing akan tumbuh dan berkembang sendiri sesuai dengan fungsi dan keperluannya masing-masing.

Hingga saat ini bahasa Prokem sudah jarang sekali digunakan oleh kalangan anak muda sekarang. Sisa-sisanya mungkin seperti : nyokap, bokap, bokep, toket, gokil, boke yang kadang masih kita dengar dari dialog remaja sekarang. Itupun juga hanya tinggal menunggu kepunahannya saja seiring dengan berkembangnya bahasa pergaulan baru atau lebih disebut juga “bahasa gaul”.

Semoga artikel ini dapat sedikit mewakili kerinduan akan masa-masa ketika bahasa prokem pernah mewarnai pergaulan.*XAT
XAT

Sumber: http://danielsns.wordpress.com/2009/01/28/bahasa-prokem/


Lanjutannya pasti menarik!